Sakit kepala, mual, kelemahan dan pusing, dikombinasikan dengan perasaan bahwa Anda tidak bisa mendapatkan cukup oksigen dengan setiap napas, beberapa tanda-tanda penyakit ketinggian. Para peneliti sekarang telah menemukan hubungan antara pola pernapasan abnormal mengalami saat tidur di ketinggian dan gejala penyakit ketinggian, terutama sakit kepala. menunjukkan bahwa menemukan cara untuk napas normal saat tidur bisa menyediakan cara untuk memerangi gejala tersebut.
Pola pernapasan dipengaruhi oleh penurunan tekanan parsial oksigen pada ketinggian yang lebih tinggi dari sekitar 2.500 m (8.200 kaki). Saat terjaga, pendaki yang mampu mengatur napas mereka sadar, tetapi ketika tertidur siklus yang dikenal sebagai Cheyne-Stokes pernapasan yang dialami. Ini melibatkan pergantian antara cepat, dalam (hiperventilasi) dan dangkal lambat (hipoventilasi) pernapasan, dengan periode di mana pernapasan berhenti semua-bersama-sama, yang dikenal sebagai apnea. Pola ini adalah respon tubuh terhadap berbagai konsentrasi karbon dioksida (CO2) dan oksigen dalam darah dan merupakan upaya untuk mengatur tingkat ini.
"Kurangnya oksigen pada ketinggian tinggi menyebabkan para pendaki hiperventilasi, yang menyebabkan penurunan CO2 dalam darah," jelas Peter Stein, yang di departemen anestesiologi, pengobatan perawatan intensif dan terapi nyeri di Rumah Sakit Universitas Frankfurt. "Penurunan CO2 menyebabkan episode hipoventilasi atau bahkan apnea saat kontrol pernapasan sadar reda saat tidur. Sebagai konsekuensi tingkat oksigen menurun, menyebabkan gairah dan hiperventilasi berikutnya."
Untuk menyelidiki pola pernapasan pada ketinggian, sekelompok peneliti medis dari Jerman diikuti enam pendaki gunung ke Gunung Kilimanjaro di Tanzania, mengangkut sekelompok gigi atas gunung ke base camp, sekitar 4.000 m (13.100 ft) ketinggian.Untuk memonitor konsentrasi oksigen dan CO2 dalam darah akan ke otak, para peneliti melekat NIR (dekat inframerah) elektroda untuk dahi para pendaki 'sementara mereka tidur. Spektroskopi NIR adalah teknik yang mengidentifikasi molekul berdasarkan penyerapan dan refleksi cahaya mereka pada panjang gelombang inframerah dekat.
"Bagian yang paling menantang adalah untuk mengangkut tidak hanya spektroskop NIR ke basecamp tetapi juga semua peralatan yang diperlukan untuk menyediakan listrik," kata Stein. "Oleh karena itu kami membeli generator ringan dan cukup bahan bakar untuk memberikan kekuatan seluruh malam."
Ditemukan bahwa pola pernapasan Cheyne-Stokes menyebabkan perubahan total hemoglobin dan oksigen hemoglobin tapi tidak dalam konsentrasi hemoglobin terdeoksigenasi. Dari mereka menyimpulkan bahwa, sementara pola pernapasan abnormal melakukan mengubah aliran darah ke otak, hal itu tidak mengurangi jumlah oksigen mencapai jaringan otak.
Korelasi yang menarik lainnya adalah bahwa pendaki paling rentan terhadap sakit kepala adalah mereka yang mengalami pola pernapasan Cheyne-Stokes di malam hari.Dari mereka menyimpulkan bahwa tindakan yang mungkin untuk pencegahan gejala penyakit ketinggian seperti sakit kepala mungkin dikembangkan dengan memahami dan mengobati pola-pola pernapasan abnormal.
"Percobaan ini menunjukkan pathomechanism sebuah berkontribusi terhadap etiologi gejala yang paling umum dari penyakit ketinggian: sakit kepala," kata Stein."Saya berharap bahwa berdasarkan temuan kami itu akan mungkin untuk mengembangkan pendekatan terapi baru yang membantu untuk meningkatkan kenyamanan dan keamanan bagi pendaki di masa depan."
0 Komentar
Penulisan markup di komentar